Belajar Kopi, Koperasi, dan Perhutanan Sosial Bersama Koperasi Klasik Beans
Kunjungan belajar ke Klasik Beans
Pada tanggal 26-28 April 2018, selama 3 hari RECOFTC Indonesia mendampingi sejumlah petani kopi, aktivis LSM, dan perwakilan pemerintah daerah dari Sulawesi Selatan dalam kegiatan Kunjungan Belajar ke Koperasi Klasik Beans yang merupakan bagian dari program Penguatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial di KPH. Kegiatan ini dilaksanakan melalui dukungan penuh dari RAFT (Responsible Asia Forestry and Trade), RECOFTC bekerjasama dengan KPH Jeneberang I dan II serta mitra lokal, yaitu Yayasan Balang dan Sulawesi Community Foundation (SCF).
Selama 3 hari penuh, para peserta belajar dan berbagi pengalaman tentang pengelolaan kebun kopi, pengolahan pasca panen, pemasaran, hingga pengelolaan koperasi dan kolaborasi petani dengan pemerintah melalui Perhutanan Sosial. Dua hari kunjungan belajar dilakukan di Kabupaten Bandung, tepatnya di wilayah Gunung Puntang dan satu hari di Kabupaten Garut. Dua lokasi tersebut adalah dua contoh dari wilayah operasi Klasik Beans.
Klasik Beans adalah salah satu koperasi kopi yang memiliki harga jual tertinggi di Indonesia. Klasik Beans dikenal sebagai koperasi kopi yang menjunjung tinggi nilai konservasi dalam setiap kegiatannya. Didirikan oleh sejumlah penggiat kopi, Klasik Beans saat ini telah menjadi tempat belajar bagi para penggiat kopi dunia, mulai dari petani kopi hingga pengolah, dan pemasarnya. Salah satu pendiri Klasik Beans sekaligus pengajar kopi adalah Bapak Purnomowidi Eko yang telah mendapat penghargaan Change Agent Award 2016 dari Rainforest Alliance. Hal ini lah yang membuat RECOFTC menjadikan Klasik Beans tujuan untuk kunjungan belajar ini.
Pertanian Kopi Organik di Gunung Puntang, Bandung Selatan
Hari pertama kunjungan belajar, peserta didampingi pengajar mengunjungi kebun kopi organik yang digarap petani mitra Klasik Beans di Gunung Puntang, tepatnya di Blok Salawe yang diperlukan 2 jam jalan kaki untuk menuju lokasinya. Bersama dengan petani lokal, peserta, dan pengajar berdiskusi tentang pentingnya pertanian kopi organik dan manfaatnya bagi petani dan lingkungan. Kopi organik memiliki kualitas dan juga harga lebih tinggi di pasaran, serta lebih ramah lingkungan.
“Di sini kami tidak menggunakan racun.”, jelas Kang Megan, salah satu pengajar. Pak Eko menambahkan, “Di sini, Kang Megan biasa menggunakan istilah ‘racun’ untuk menyebut pupuk buatan pabrik (pupuk kimia), pestisida kimia, dan lainnya karena bahan-bahan tersebut lambat laun akan meracuni tanah pertanian kita. Kebutuhan pupuk dan pestisida sebenarnya bisa didapatkan dari lingkungan sekitar kita, dari tumbuh-tumbuhan yang ada bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk maupun pestisida alami yang ramah lingkungan."
Di Bukit Salawe yang pernah rusak oleh pertanian tidak ramah lingkungan, mulai dilakukan rehabilitasi melalui pertanian organik dan penanaman pohon lokal. Peserta belajar mengenai pembuatan teras sederhana sebagai bagian dari perlindungan terhadap tanah. Masing-masing peserta juga ikut menanam pohon lokal di blok tersebut sebagai bagian dari membayar hutang jejak karbon yang digunakan selama kunjungan belajar bersama Klasik Beans.
“Di sini, Kang Megan biasa menggunakan istilah ‘racun’ untuk menyebut pupuk buatan pabrik (pupuk kimia), pestisida kimia, dan lainnya karena bahan-bahan tersebut lambat laun akan meracuni tanah pertanian kita. Kebutuhan pupuk dan pestisida sebenarnya bisa didapatkan dari lingkungan sekitar kita, dari tumbuh-tumbuhan yang ada bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk maupun pestisida alami yang ramah lingkungan."
Pengolahan Kopi Pasca Panen
Pada hari kedua, para peserta belajar tentang bagaimana pengolahan kopi yang baik. Pengolahan pasca panen adalah tahap yang paling penting setelah pemanenan petik merah untuk memastikan kualitas kopi yang dipanen terjaga dan tidak rusak. Pembelajaran dimulai dari cara mensortir kopi, pengupasan kopi, pencucian dan fermentasi, dan penjemuran. Lalu dilanjutkan dengan penyimpanan di gudang (manajemen gudang), pengolahan di pulper hingga sortasi kopi.
Salah seorang petani kopi dari Kahayya, Bulukumba bernama Ibu Nuraini berkata bahwa apa yang dia pelajari di Klasik Beans ini sebenarnya dia sudah tahu dasarnya, tapi pada praktiknya kadang sulit dilakukan. Melalui kunjungan belajar ini, dia bisa melihat bagaimana cara melakukan pengolahan pasca panen kopi yang baik. Salah satunya adalah tentang penjemuran kopi. Di Desa Kahayya, sebagian besar petani masih menjemur kopi di pinggir jalan sehingga kualitas kopi yang dihasilkan kurang optimal. Sebaiknya kopi dijemur di dalam rumah kaca (green house).
“Ini seperti di desa saya. Saya sudah tahu ini teorinya, tapi belum dilakukan. Dengan pembelajaran di sini saya bisa tahu bahwa ini bisa dilakukan bersama-sama petani lain, misalnya menjemur kopi di green house bisa dengan gotong-royong membangun. Selama ini masih dijemur begitu saja.”, kata Ibu Nuraini.
Di hari kedua juga, peserta belajar menguji cita rasa kopi melalui teknik yang disebut cupping. Uji kualitas ini menjadi penting untuk mengetahui karakteristik kopi yang dihasilkan. Indonesia yang kaya akan kopi memiliki beragam kopi yang memiliki cita rasa unik dari berbagai daerah. Kopi dari Sulawesi memiliki cita rasa berbeda dari kopi Lampung, Aceh, Jawa Barat, dan sebagainya. Keunikan cita rasa kopi ini juga menjadi salah satu nilai jual bagi kopi di pasaran.
Kunjungan ke Kabupaten Garut
Kunjungan belajar hari ke-3 dilakukan di Kabupaten Garut, sekitar 3 jam perjalanan dari Bandung. Peserta mengunjungi kebun kopi yang juga dikelola oleh petani mitra Klasik Beans di Leuweung Tiis (yang berarti hutan dingin), Garut. Leuwung Tiis merupakan lahan PHBM yang dikelola oleh Klasik Beans. Leuweung Tiis awalnya adalah lahan berjenis tanah vulkanik dan rawan terbakar. Sejak beberapa tahun lalu, Klasik Beans dan mitra petaninya mulai menanami lahan di Leuweung Tiis dengan kopi dan pohon local dan juga merupakan bagian dari program reforestasi dari pemerintah.
Di kebun kopi Garut ini, hadir juga co-founder Klasik Beans Cooperative Bapak Obet yang berbagi cerita tentang awal mula terbentuknya Koperasi Klasik Beans. Hadir juga perwakilan dari pihak Perhutani yang menceritakan sejarah PHBM di Leuweung Tiis. Di sini, kita juga berdiskusi tentang Perhutanan Sosial dan bertukar cerita tentang PS di Bantaeng dan Bulukumba, bagaimana program Perhutanan Sosial seharusnya bisa menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan.
Kunjungan terakhir dilakukan di Rumah Kopi Sunda Hejo, Garut yang merupakan kafe kopi sekaligus outlet produk Klasik Beans. Pelajaran tambahanpun dilakukan bagi peserta yang berminat belajar singkat teknik menyeduh kopi dari barista di sana. Sejumlah petani kopi muda nampak tertarik dengan sesi pelajaran ini, salah satunya karena mereka menjadi tahu seperti apa kira-kira produk kopi yang mereka tanam akan dinikmati oleh masyarakat. Di Rumah Kopi Sunda Hejo juga, peserta berdiskusi singkat tentang strategi pemasaran kopi yang telah dilakukan oleh Klasik Beans dan apa yang bisa dipelajari bagi peserta.
Harapan dari adanya Kunjungan Belajar
Kunjungan belajar selama 3 hari ditutup dengan kesan peserta terutama petani melalui kunjungan belajar ke Klasik Beans. Bapak Lukman (21), yang merupakan petani muda dari Bulukumba menyampaikan terima kasih serta pelajaran yang bisa dia bawa ke desanya. Dia ingin menyebarkan pengetahuan yang didapatkan dari kunjungan belajar ini ke sesama petani di daerahnya. Begitu juga Bapak Ramli yang juga merupakan tokoh petani muda dari Bantaeng, ingin membawa pengetahuan dari Klasik Beans ke desanya untuk mengembangkan Kopi Daulu yang khas dari Desa Pattaneteang tempatnya tinggal.
Kunjungan belajar ini adalah upaya dari RECOFTC dan para pihak untuk meningkatkan kualitas pertanian kopi bagi para petani kopi di Sulawesi Selatan, terutama petani yang tinggal di sekitar kawasan hutan agar kesejahteraan petani meningkat yang juga meningkatkan kelestarian hutan yang semakin terjaga.