Refleksi dan Pembelajaran: Pentingnya Pengintegrasian Gender Secara Otomatis untuk Kesejahteraan Bersama
Perwakilan pejuang Program WAVES (Weaving Leadership for Gender Equality) di Indonesia bertemu di Jakarta, 18-19 September 2019 dalam lokakarya untuk saling berbagi pengalaman dan pembelajaran selama mengimplementasikan kegiatan pengarusutamaan gender yang telah dilakukan sampai saat ini.
Program WAVES (Menenun Kepemimpinan untuk Kesetaraan Gender) merupakan salah satu inisiatif dari The Center for People and Forests (RECOFTC) yang telah dimulai sejak Maret 2019. Program ini berupaya untuk membekali para mitra dengan pengetahuan dan kapasitas untuk memahami, merancang, dan mengimplementasikan langkah-langkah kesetaraan gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Para pejuang WAVES di Indonesia diwakili oleh beragam institusi seperti lembaga swadaya masyarakat, kelompok perempuan, pemerintah, dan perguruan tinggi, yang diharapkan dapat saling mendukung dari tingkat tapak sampai ke tingkat pembuat kebijakan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Lokakarya ini bertujuan untuk merefleksikan dan berbagi pembelajaran tentang kegiatan yang telah dilaksanakan, mengidentifikasi tantangan, dan bersama-sama merumuskan solusi, dan rencana kegiatan berikutnya. Berbagai kegiatan telah dilakukan semua peserta dalam organisasinya masing-masing. Contohnya melalui penyusunan modul dengan pendekatan perspektif gender, mengintegrasikan perspektif gender dalam rencana strategis lembaga/institusi, mengarusutamaan gender dalam program universitas untuk mahasiswa, dan mengimplementasikan kebijakan pengarusutamaan gender di tingkat desa.
Menurut Dian Nurhadiatin dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), program WAVES sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengarusutamakan gender. Dian berbagi pengalamannya dalam melaksanakan program PPRG (Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender) yang telah diterapkan sampai ke level desa dimana isu gender terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Saat ini, beberapa desa dijadikan lokasi program percontohan sehingga kedepannya diharapkan dapat diperluas untuk diimplementasikan secara nasional, termasuk di desa-desa yang berlokasi di dalam dan sekitar kawasan hutan. KPPA sedang mempersiapkan pedoman dan Permen tentang pengarusutamaan gender (PUG) desa.
Kegiatan program WAVES juga mendukung integrasi gender di universitas mengingat pentingnya mencetak generasi muda selaku penerus dan pemimpin masa depan bangsa yang memiliki perspektif dan responsif gender. Novayaty Enny dari Universitas Hassanuddin (UnHas) juga berbagi pengalaman seputar upaya yang dilakukannya untuk mengintegrasikan gender di seluruh fakultas di universitasnya.
Pada sesi refleksi, semua peserta saling berbagi tentang peningkatan kapasitas yang dialami sejak bergabung dalam program WAVES. Perubahan individual telah membuat mereka mampu mempengaruhi level kelembagaan/institusi melalui berbagai kebijakan.
“Saya mulai berani turut serta menyuarakan perspektif gender dalam konsultasi publik dan beberapa kegiatan utama kami. Contohnya dengan menghadirkan negara dalam perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan dan marginal,” kata Namira Arsa dari Sulawesi Community Foundation (SCF). “Selain itu, saya juga terlibat dalam pemantauan dan pembuatan proposal sehingga dapat memastikan pengarusutamaan gender. Saya juga berperan sebagai fasilitator untuk lokakarya kekerasan anak dan perempuan, lalu menjadikan pengarustamaan gender bagian dari visi misi SCF, serta melakukan diskusi mendalam dengan semua kolega dan lembaga mitra terkait pengarustamaan gender.”
Dalam implementasi kegiatan selama kurang lebih tujuh bulan, para peserta telah menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah pendekatan kepada masyarakat mengenai pengarusutamaan gender dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali masyarakat sudah memiliki sikap antipati saat berdiskusi mengenai gender. Pemahaman masyarakat tentang gender identik dengan isu perempuan saja. Hal ini juga yang menyebabkan proporsi peserta dalam kegiatan yang dilakukan selalu lebih banyak perempuan dibanding laki-laki. Berdasarkan hasil diskusi, solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan pendekatan bahwa perspektif gender bukan hanya tentang perempuan, melainkan semua kelompok marginal termasuk kaum muda, sehingga peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya isu gender dapat pula memperbaiki ketahanan keluarga.
“Dibutuhkan strategi khusus untuk menyamarkan kata ‘gender’ agar masyarakat tidak antipati,” kata Mardhatilla dari Rimbawan Muda Indonesia. “RMI sedang menyusun modul mengenai pengarusutamaan gender dengan mencoba menggunakan istilah yang lebih inklusif yakni ‘berbagi ruang’, mengajak masyarakat untuk melihat bahwa gender itu dapat bermakna sederhana dengan kita bersedia ‘berbagi ruang,” lanjutnya.
Diskusi mengenai tantangan yang disertai dengan rekomendasi solusi memberi kesempatan pada semua peserta untuk saling berbagi pengetahuan dan wawasan sehingga terbangun suasana saling mendukung.
Para peserta berharap bahwa lokakarya ini dapat berlangsung secara rutin dan menjadi wadah saling berbagi pembelajaran tentang upaya pengarusutaaman gender. Meminjam istilah auto-pilot, semua peserta menyampaikan harapannya supaya dalam setiap perencanaan dan implementasi kegiatan, semua pihak memiliki kesadaran otomatis untuk mengintegrasikan gender dan memahami bahwa gender bukanlah hanya sebatas perempuan saja tetapi juga mencakup kesejahteraan semua anggota dalam rumah tangga, demi terwujudnya tatanan kehidupan bersama dalam sebuah harmoni kesetaraan. Perjalanan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia melalui program WAVES masih panjang. Dengan bantuan dan keterlibatan berbagai pihak, tentunya kesejahteraan melalui pengarusutamaan gender akan dapat tercapai.