RECOFTC
Câu chuyện

Agroforestri untuk Lanskap Tangguh Perubahan Iklim

07 September 2018
Andi Siady Hamzah
Perspectives
Agroforestry training
© Lissa, RECOFTC

Pelatihan “Agroforestry for Climate Change Resilient Landscapes” yang diadakan oleh RECOFTC dan ICRAF di Pua District Provinsi Nan, Thailand, sangat menarik untuk diikuti mengingat bahwa banyaknya permasalahan yang dihadapi saat ini banyak terkait dengan pengelolaan sumber daya alam. Berbagai fenomena-fenomena alam semakin sering dan sulit untuk diprediksi. Misalnya saja perubahan iklim yang terjadi telah banyak memengaruhi kehidupan di bumi. Saat ini perubahan iklim telah menyebabkan produktivitas pertanian dan perkebunan menjadi semakin tidak menentu sehingga dapat mengancam ketahanan pangan. Untuk itu, manusia perlu memikirkan strategi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Hanya saja tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang perubahan iklim dan bagaimana kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam. Khususnya pada model pengelolaan agroforestri, isu perubahan iklim juga merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan penerapan pola agrofrestri di masyarakat sekitar hutan. Di sisi lain, sistem agroforestri juga dianggap sebagai salah satu solusi terhadap perubahan iklim. Dalam pelatihan ini dibangun kesepahaman tentang bagaimana pengembangan dan penerapan sistem-sistem agroforestri yang didasari dan disesuaikan dengan karakteristik lanskap setiap daerah dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 

Pelatihan yang dilaksanakan selama 5 hari mulai dari tanggal 16 sampai 20 Juli 2018 yang diikuti oleh beberapa utusan dari Indonesia, Vietnam, Thailand, Timor-Leste, Myanmar, Malaysia, Laos, dan Kamboja yang terdiri dari komunitas masyarakat dan lembaga-lembaga Internasional baik dari Universitas, LSM, maupun dari pemerintah. Selama 5 hari mengikuti pelatihan banyak hal yang menarik dan baru yang diterima baik dari pelatih maupun dari peserta. 

Model pelatihan dibagi dalam dua kegiatan yaitu kegiatan di dalam ruangan dan di luar ruangan. Kegiatan di dalam ruangan dilaksanakan selama 4 hari yang diisi dengan materi sesuai dengan tema kegiatan. Suasana kelas dibuat menarik, santai, dan senyaman mungkin bagi peserta dan pelatih. Peserta dan pelatih saling berdiskusi dan berbagi informasi tentang sistem agroforestri yang diterapkan di masing-masing negara. Selama kelas berlangsung, peserta dilatih untuk mengidentifikasi masalah, karakteristik lokasi dan mengambil keputusan dalam suatu pengelolaan terkait agroforestri. Sedangkan kegiatan di luar ruangan yaitu kunjungan lapangan (field trip) yang dilakukan selama satu hari dengan mengunjungi suatu desa yang terletak di dataran tinggi yaitu desa Baan Pang Yang. Di desa tersebut, peserta diperlihatkan model pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat setempat dan peserta diminta mengidentifikasi permasalahan ataupun kelemahan dari sistem pertanian yang diterapkan oleh masyarakat. Peserta juga diminta merumuskan solusi yang dapat diterapkan terhadap permasalahan tersebut.

pelatihan agroforestry
Diskusi di pelatihan Agroforestri untuk Lanskap Tangguh Perubahan Iklim

Beberapa hal yang sangat menarik selama kegiatan adalah dalam menentukan suatu solusi, setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kondisi setiap daerah sangat dipengaruhi oleh masyarakat, budaya dan juga kondisi bentang alamnya. Dalam hal ini, model pengelolaan sumber daya alam akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik lanskap yang ada di daerah tersebut. Tentunya model pengelolaan sumber daya alam akan disesuaikan dengan karakteristik di setiap daerah. Selain itu, bahwa menyatukan pemahaman dan pola pikir dari berbagai latar belakang yang berbeda tidaklah mudah. Misalnya saja, dalam mengidentifikasi permasalahan, pola pikir dari masyarakat, akademisi, NGO dan pemerintah tidaklah sama, begitupun dalam menentukan solusi atas suatu permasalahan. 

Permasalahan seperti ini merupakan hal yang sering terjadi dimana saja dan terkadang hal tersebut yang menyebabkan suatu kebijakan khususnya terkait pengelolaan sumber daya alam sulit diterima dan tidak dapat diterapkan dengan baik di suatu daerah atau negara. Sinergitas dari seluruh pihak yang terkait harus terjaga dengan dengan baik bila menginginkan perumusan suatu model pengelolaan sumber daya alam yang baik pula. Keberhasilan suatu model pengelolaan sumberdaya alam sangat dipengaruhi oleh peran aktif dan kerjasama berbagai pihak yang terkait baik dari masyarakat, akademisi, NGO, maupun pemerintah.